Roket MK-30 Taiwan diluncurkan dari peluncur multi-roket Thunderbolt 2000 saat latihan militer tahunan Han Kuang di Penghu, sebelah barat Taiwan, Rabu (17/4).
Taiwan menggelar latihan militer tahunannya selama lima hari untuk mempersiapkan diri dari kemungkinan serangan dari China. (REUTERS)
Penghu, Taiwan (IMP) -- Taiwan melakukan pelatihan militer terbesar menggunakan peluru tajam sejak 2008, melibatkan lebih dari 7.000 tentara yang mensimulasikan ada serangan dari China.
Operasi itu, bagian dari satu pelatihan militer tahunan selama lima hari itu bersandi Han Kuang 29 diselenggarakan di Kepulauan Penghu di tengah dari selat sepanjang 180 km yang memisahkan Taiwan dari China daratan.
Pada saat sama, Amerika Serikat menggelar latihan perang terpadu dengan Korea Selatan dan Filipina. Kerja sama militer di Asia Pasifik dan Asia Timur oleh Amerika Serikat dikritik China; sementara di sisi lain China sejak awal sangat ekspansif dan tidak malu-malu lagi mengklaim sepihak banyak perairan kawasan.
Hal ini jelas mengusik kenyamanan dan kepentingan negara-negara di kawasan, di antaranya di Laut China Selatan, dan ASEAN.
Skenario latihan perang Taiwan itu, satu pasukan gabungan angkatan darat, laut, dan udara negara itu mempersiapkan satu pertahanan dari pulau-pulau penting yang strategis dari satu serangan mendadak China.
Para pejabat Taiwan mengatakan operasi itu melibatkan satu uji coba sistem roket multi peluncur Ray Ting 200 atau Thunderbolt 2000 yang dirancang untuk mencegah musuh melakukan satu pendaratan ampibi.
Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, yang memprakarsai pendekatan Taipei dengan Beijing, mengatakan, latihan militer menggunakan peluru tajam itu satu peringatan serius kepada China.
"Dalam beberapa tahun lalu, China yang komunis meningkatkan jumlah dan kualitas senjatanya setelah pembangunan ekonominya yang mengalami kemajuan yang cepat," katanya.
"Menghadapi ancaman itu, kita harus bersiap jika kita ingin perdamaian tetap berkesinambungan di Selat Taiwan," kata Ma.
Pihak lainnya mengatakan tindakan itu menegaskan sikap keras Taiwan terhadap Beijing sementara satu kepemimpinan baru China mendorong bagi dialog lebih lanjut.
China sangat ambisius dan ekspansif; berkeras mengklaim secara sepihak banyak wilayah strategis kawasan dan kerap menunjukkan otot militernya sebagai bagian dari propaganda luar negeri bangsa itu.
Dengan ASEAN, China mengklaim hampir semua Laut China Selatan, yang bersinggungan dengan kepentingan Viet Nahm, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sebelum China "masuk gelanggang" dengan klaim sepihaknya tentang Laut China Selatan, potensi konflik internal di kawasan ASEAN bisa dijaga bersama.
Keadaan berubah sejak China dengan kekuatan dan propaganda militernya --di antaranya peluncuran kapal induk Liaoning dan lain-lain-- "masuk gelanggang".
"Enough is enough," kata Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, di Brunei Darussalam, beberapa waktu lalu, tentang sikap China yang dinilai ASEAN tidak mau menjunjung kesepakatan menjaga Kode Perilaku Bersama di Laut China Selatan. Indonesia aktif mengajak semua pihak bertikai untuk memedomani Kode Perilaku Bersama di ASEAN dan kawasan.
No comments:
Post a Comment