Wednesday, January 29, 2014

Rocket Launcher 6x6 RHAN 122 Produksi PT AIU



(IMP) -- PT Alam Indomesin Utama menampilkan produksinya berupa kendaraan 6x6 angkut Alutsista Rhan 122 produksi Lapan. PT AIU ini bukan lagi asing dikalangan TNI, beberapa waktu lalu, PT AIU ikut mendesain/turut dalam pembuatan kendaraan militer TNI yang dikenal dengan nama Garda 4x4, lalu berubah nama menjadi Rantis 4x4. selain itu juga sudah berpengalaman dalam perbaikan mesin maupun upgrade kendaraan lain dikalangan TNI.


Kendaraan Angkut terbaru PT AIU ini menurut situs PT Alam Indomesin Utama menggunakan Mercedes Benz Engine w/ 6x6 Drive Train chassis.

Dalam diskusi forum militer Indonesia, di sebutkan bahwa desain awal kendaraan ini merupakan hasil dari Pindad, PT AIU mengaplikasikan mesin maupun body kendaraan ini menjadi nyata. Karena PT AIU sendiri adalah perusahaan yang bergerak dibidang mesin. Betul atau tidak nya, kita nantikan berita resmi dari TNI atau PT yang bersangkutan.

Dalam gambar terlihat kendaraan tersebut melakukan ujicoba 'test road' di Hambalang.

Sedangkang Ujicoba Alutsista berupa Rhan Lapan akan di lakukan secepatnya bulan depan dengan peluncur 10 roket.

Berikut Gambar Kendaraan diambil dari situs PT AIU :



(PT. Alam indomesin Utama / Garuda Militer)

Tuesday, January 28, 2014

Analisis : Australia, Mengapa Harus Panik Dan Berkeringat


(IMP) -- Kepanikan PM Australia dengan pergerakan angkatan laut dan udara Indonesia di depan Darwin sangat terlihat ketika dia dalam sebuah wawancara dengan Independent Australia mengatakan akan memanggil pulang seluruh kapal perang yang sedang bertugas di luar negeri dan menunjuk seorang menteri urusan pertempuran. Dalam ruang pandang diplomatik ini merupakan langkah overdosis yang justru akan mentertawakan kualitas kepemimpinan Abbott yang selalu umbar pernyataan emosional dan kepanikan. Kenyataan memang begitu, uji cerdas cermat dan intelektual kepemimpinan dari unsur partai Liberal kalah kualitas jika ditandingkan dari unsur partai Buruh. Karena mata pelajaran yang tak diajarkan kepada Tony Abbott selama kuliah di kampus partai Liberal adalah mata pelajaran kesantunan dan budi pekerti.

PM Australia ini mesti berhati-hati dengan model arogansi pertetanggaannya. Jika buruknya hubungan ini tidak dikelola dengan hati nurani dan kualitas intelektual kepemimpinan maka kerugian lebih besar akan ditanggung negeri itu. Kerugian paling fatal dari semua akibat gaya kepemimpinan yang sok jagoan itu adalah dibukanya kartu truf diplomatik yang selama ini disimpan di lemari pendingin Kemenlu. Yaitu merapatnya Indonesia ke Cina dan Rusia. Jika ini terjadi maka sesungguhnya negeri aborigin itu sudah terisolasi dari mata rantai utama Asia Pasifik, dan benarlah kata Gus Dur waktu itu, Australia menjadi negeri usus buntu.


Perhitungan visioner Indonesia ini harus bisa dianalisis dengan cermat oleh Australia kalau tak mau terjadi sebuah kisah perjiranan yang patah arang, sesal kemudian tak berguna. Kedekatan hubungan diplomatik dan militer Indonesia dengan Cina tak terbantahkan saat ini. 

Paman Panda sedang mendirikan sekolah rudal di Indonesia, sesuatu yang jarang terjadi di dunia karena negara pemilik teknologi rudal sangat pelit ilmu. Jika transfer teknologi rudal C 705 ini di wisuda, maka mulai tahun 2017 Indonesia akan mampu memproduksi peluru kendali anti kapal yang bisa dikembangkan menjadi peluru kendali varian lain yang lebih gahar. 

Demikian juga dengan Rusia. Masih ingat ketika KTT APEC di Bali Oktober 2013, Presiden SBY bermain gitar dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Vladimir Putin. Lalu keduanya berpelukan hangat sementara Abbott salah tingkah, padahal pemimpin APEC yang lain bertepuk tangan hangat. Bukankah ini sinyal kedekatan RI-Rusia. Buktinya ada tawaran 10 kapal selam herder dari Rusia dan rencana beli Sukhoi SU35 serta persenjataan maut lainnya. Penting juga diketahui bahwa Cina dan Rusia akan mengikuti latihan gabungan angkatan laut 17 negara bertajuk Latgab Komodo April mendatang di Natuna. Sementara Australia mengundurkan diri, sebuah sikap serba salah. Kalau diikuti malu hati karena hubungan militer dengan RI sedang dingin. Kalau tidak diikuti kok merasa terkucil padahal latihan itu ada di medan konflik yang harus diikuti percaturannya, Laut Cina Selatan.


Jika Indonesia merapat ke Cina maka konflik teritori di Laut Cina Selatan secara psywar telah dimenangkan negeri semilyar ummat itu. Dengan Cina memeluk Indonesia sebagai pemilik teritori bumper untuk Australia maka bisa dipastikan negeri selatan itu akan klimpungan sendiri, meski di belakangnya ada AS. 

Belum lagi dengan kekuatan ekonomi Cina yang akan mengambil alih posisi kepemimpinan liga kekuatan ekonomi dari AS pada tahun 2018 dan akan terus memimpin tanpa bisa dikejar lagi oleh AS. Sementara pada saat itu kekuatan ekonomi Indonesia yang saat ini menduduki 15 besar dunia, nomor satu di ASEAN akan terus melaju menuju anak tangga 13 besar dunia. Tahun 2030 diprediksi kekuatan ekonomi Indonesia menduduki 9 besar dunia dimana di sepanjang urutan itu tidak ada nama Australia.

Makanya kita harus berwawasan visioner dong dalam memandang masa depan. Bukan mencak-mencak gak karuan, reaksioner, emosional, merasa lebih hebat, besar kepala karena dilindungi oleh Pak De dan abang sepupunya, AS dan Inggris. Persekutuan Indonesia dengan Cina dan Rusia, jika terbentuk, akan mampu menjungkirbalikkan peta kekuatan ekonomi dan militer Asia Pasifik. Abad Asia Pasifik sudah di depan mana. Kan gak pernah disebut abad Asia Australia atau abad Asia Australia Pasifik. Dari ungkapan itu saja tersirat bahwa memang ke depannya negeri benua selatan itu tidak dianggap oleh negara-negara “asli” Asia Pasifik. Jadi harap maklum ya, dia kan “pendatang” bukan penduduk asli Asia Pasifik.


Kahadiran armada angkatan laut Indonesia di pagar halaman Darwin tentu sudah terukur tujuannya. Seperti yang disampaikan Menlu Marty bahwa ada 4 perahu “milik” Australia yang dikembalikan ke teritori Australia oleh tiga KRI. Jadi diantar sampai batas 12 mil pantai utara benua itu. Jadi jelas tujuannya, bukan mau ofensif atau menyerang. 

Ini operasi kawal border dan boleh saja disebut unjuk kekuatan, tapi kan unjuk kekuatannya di pagar halaman sendiri. Jadi sangat lucu kalau kehadiran kapal perang sebuah negara lalu disikapi dengan pernyataan kepanikan, siaga perang sampai menyebut operasi darurat mempertahankan daratan Australia, memanggil kapal perang yang sedang bertugas di luar negeri, menunjuk menteri pertempuran. Alamak, macam gelap saja dunia ini di wajahnya. Mengapa harus panik dan berkeringat.

Biasanya operasi siaga militer tidak untuk konsumsi publik. Pengerahan armada laut RI ke NTT tidak diumbar di media dalam negeri. Demikian juga ketika RI mengirim 2 fregat dan 1 LPD ke Somalia untuk membebaskan KM Sinar Kudus, semua rakyat bangsa besar ini tak ada yang tahu karena ini menyangkut strategi militer. Jadi semua yang dilakukan Indonesia itu terukur, terkontrol dan proporsional. Hubungan pertetanggaan RI dan Australia adalah takdir sejarah karena letak keduanya tidak bisa dipindah sampai kiamat. Jadi marilah melihat hubungan bilateral ini dalam perspektif yang luas dan visioner. Bagaimana ke depannya generasi penerus kedua bangsa bisa saling mengisi kelas-kelas kesejahteraan dan kebagusan cara pandang. 

Semua persoalan hubungan bisa diselesaikan dengan otak bukan otot. Karena Australia lebih dulu mengedepankan otot untuk urusan manusia perahu, kita juga bisa tunjukkan bahwa kita juga punya otot. Ini lho otot kami, kata sejumlah KRI di pagar Darwin, ditemani herder bawah laut. Anehnya 3 KRI itu tidak ada yang “menyambut”. Memang keki juga berhadapan dengan pemimpin tetangga yang berkarakter “trouble maker”. Tapi percayalah model itu tidak mewakili suasana bathin sebagian besar rakyat dan bangsa Australia. Dan kita yakin suatu saat nanti Tony Abbott akan terengah-engah sendiri dengan lagak cowboynya. Apalagi kalau Pak De dan abang sepupunya AS dan Inggris bilang setengah membentak: “Mr Abbott, stop your cangkem, mingkem !”


Friday, January 24, 2014

Skadron 16 Siap Tampung F-16 Hibah Amerika Serikat


Jakarta, (IMP) -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara hampir merampungkan pembangunan infrastruktur untuk menampung 16 pesawat tempur F-16 yang dibeli dari Amerika Serikat. Panglima Komando Operasional Angkatan Udara Satu Marsekal Muda Muhammad Syaugi mengatakan Skadron Udara 16 di Pekanbaru, Riau, siap menampung kedatangan pesawat legendaris bikinan Amerika Serikat tersebut.

"Hanggar, shelter, taxi way, dan infrastrukturnya di Pekanbaru sudah hampir selesai," kata Syaugi kepada wartawan di Markas Komando Operasional Angkatan Udara Satu, Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2014.

Menurut Syaugi, Indonesia mendatangkan 24 pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Pengiriman pesawat itu dilakukan bertahap. Untuk Skadron 16, kata Syaugi, bakal ada 16 unit pesawat F-16 yang akan bermarkas di sana. Delapan unit pesawat F-16 bakal ditempatkan di Lanud Iswahyudi, Madiun, Jawa Timur.

Mantan pilot pesawat tempur F-16, F-5 Tiger, dan Hawk 100/200 ini meyakinkan bahwa 24 pesawat F-16 blok 25 sudah dibekali senjata seperti rudal. "Kalau pesawat tempur tak ada senjatanya namanya pesawat angkut," katanya sembari tertawa.

Syaugi berharap tambahan pesawat tempur F-16 mampu memperkuat pengamanan wilayah udara Indonesia, khususnya kawasan barat dan utara, termasuk kawasan Selat Malaka. Sebab, sampai saat ini wilayah tersebut hanya dijaga oleh pesawat tempur Hawk 100/200 yang sudah terbilang uzur.


TNI Akan Diperkuat 8 Helikopter Tempur


Balikpapan, (IMP) -- Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Budiman mengatakan, TNI AD akan diperkuat dengan delapan helikopter tempur AH-64 Apache yang akan didatangkan secara bertahap mulai tahun 2015. "Secara bertahap helikopter tersebut akan kita datangkan mulai 2015 hingga 2017. Helikopter canggih buatan Boeing ini akan dioperasikan oleh para penerbang Angkatan Darat (Penerbad)," katanya di Samarinda, Kamis (23/1).

Ia mengatakan, TNI AD tengah menyiapkan sejumlah titik untuk menjadi pangkalan senjata berawak ini. Menurut KSAD, salah satunya adalah di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Di kabupaten paling utara Provinsi Kaltim itu selain helikopter Apache, juga akan menjadi pangkalan heli tempur Agusta dan berbagai jenis pesawat lain.

Indonesia membeli varian terbaru dari helikopter serbu tersebut, yaitu versi AH-64E. Sejak 2013, model ini oleh Amerika Serikat, negara pembuatnya, mulai dipakai untuk menggantikan AH-64D Longbow, yang di ASEAN dimiliki oleh Singapura.

Dia mengatakan, AH-64E memiliki mesin T700-GE-701D yang hemat bahan bakar dan lebih efisien sehingga dapat terbang lebih jauh, lebih lama, dan bisa membawa persenjataan lebih banyak. Rotornya terbuat dari bahan komposit yang lebih ringan namun lebih kuat yang membuat jenis heli ini terbang lebih cepat ketimbang seri D.

Jenderal Budiman mengatakan, harga delapan heli lengkap dengan persenjataan dan pelatihan pilot serta kru darat adalah 600 juta dolar AS. Selain Indonesia, katanya, Taiwan, India, dan Qatar juga sudah memesan AH-64E bersamaan dengan Korea Selatan dan Jepang. India bahkan bisa memaksa Boeing melakukan alih teknologi dengan membuat sebagian komponen untuk India di India.

Dia mengatakan, senjata utama Apache AH-64 adalah rudal AGM-114 Hellfire. Rudal ini dijuluki tank-killer atau penghancur tank, julukan yang didapatnya dari berbagai medan perang. Apache membawa 16 rudal Hellfire dibagi ke dalam 4 peluncur di sayapnya dengan jangkauan tembak hingga 12 km.

Senjata lapis kedua dari Apache adalah roket Hydra 70 mm yang dibawa dalam sepasang peluncur roket isi 19 roket. Untuk pertahanan udara, helikopter ini dilengkapi rudal AIM-9 Sidewinder dan AIM-92 Stinger. Heli ini juga bisa mengangkut rudal anti radiasi AGM-122 untuk menghancurkan instalasi radar musuh.

"Jadi kita tunggu saja," kata KSAD Jenderal Budiman.


Vietnamese Homemade Mini-Submarine Operates Well on Trial

The mini submarine has 8.8 meters long and 3 meters wide and has a displacement of 12 tonnes when it is submerged and 9.2 tonnes when it is on the surface. 
(photos : DatViet, VoV)

HANOI, (IMP) -- After one week on trial, a private mini-submarine made by a Vietnamese mechanic can now work perfectly with its full functions.

Nguyen Quoc Hoa, the one who performed the mini-submarine production, said on Local Lao Dong (Labor) online newspaper Thursday that machinery parts inside the mini-submarine operates well as originally designed.


"Successful tests have been carried out with internal engines of the mini-vessel, including generator system, oxygen supply system, air filter and radar system," said Hoa.



Specifically, the submarine managed to apply the advanced Air Independent Propulsion technology while diving, Hoa added.

Hoa, a director of an engineering company in Vietnam's northern Thai Binh province, some 110 km southeast from capital Hanoi, started to produce a mini-submarine in early 2013.


According to Hoa's design, the submarine has a 12-ton displacement, and is able to operate at a maximum depth of 50 meters and at a range of 800 km for 15 hours.

The testing mini-submarine is designed to work at estuaries or shallow water level for civilian purposes of marine natural resources research, and environmental protection, said Hoa.


Monday, January 20, 2014

Armada Kombatan TNI AL Tahun '60-an : Strong and Lethal

KRI Irian kapal kombatan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia, sebelumnya waktu masih berdinas di Angkatan Laut Uni Sovyet bernama Ordzhonikidze (photo : Indoflyer)

(IMP) -- Klasifikasi kapal angkatan laut secara umum dibedakan menjadi 3 yaitu satuan tempur pemukul (Combat), satuan tempur patroli (Patrol) dan satuan tempur pendukung (Auxillary). Seiring dengan peran yang semakin penting untuk memproyeksikan kekuatan amfibi maka beberapa kalangan memisahkan kategori kapal tersebut sehingga menjadi empat dengan tambahan pada satuan amfibi (Amphibious).

Terkait dengan kategori kapal kombatan (Combat) termasuk di dalamnya adalah kapal jenis Carrier, Cruiser, Destroyer, Frigates, Corvettes, Fast Attack Craft Missile/Torpedo, Mine Hunter dan Submarine. Sama-sama menangani ranjau, untuk Kapal Pemburu Ranjau (Mine Hunter) masuk kategori Combat, namun Kapal Penyapu Ranjau (Mine Sweeper) masuk kategori Auxillary.

Pada tahun 1960-an TNI AL (waktu itu bernama ALRI - Angkatan Laut Republik Indonesia) dalam rangka operasi Dwikora untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda mengakuisisi kapal kombatan dalam jumlah besar. Kekuatan armada kombatan tersebut akhirnya dapat mencegah perang terbuka antara Indonesia dan Belanda dan Irian Barat dapat kembali ke pangkuan Republik Indonesia.

Ketika menjelang tahun 1970-an haluan politik berganti, maka kapal-kapal yang sebagian besar berasal dari Blok Timur ini pun turut menjadi korbannya. Pemerintahan baru yang mendekat ke Barat memaksa kapal-kapal kombatan ini untuk pensiun dini. Masa pengabdian yang singkat dari armada kombatan tersebut akhirnya membawa kesulitan ketika kita harus mempelajari sejarah kebesaran armada kombatan pada masa itu.

Juldas seorang aktivis forum militer Thailand Thaifighterclub berhasil menuangkan kebesaran armada kombatan TNI AL pada era tahun 1960-an tersebut dalam bentuk grafis sehingga sangat mudah dipahami. Klasifikasi kapal, penomoran lambung, nama kapal, dan jumlah kapal yang dimiliki dapat secara mudah ditemukan.

Berikut adalah Armada Kombatan TNI AL tahun 1960-an yang dibuat secara grafis minus kapal dengan fungsi Fast Attack Craft Missile/Torpedo dan Mine Hunter.




CRUISER (CA) : Sverdlov Class

Sverdlov class Cruiser (image : Gollevainen)

Inilah kapal kombatan terbesar yang pernah dimiliki Indonesia. Kapal satu-satunya ini diberi nama RI Irian/KRI Irian, merupakan kapal Cruiser (penjelajah) dengan panjang 210 m, dan bobot penuh 16.640 ton, lebar 22 m, kecepatan maks 32,5 knots, dan mampu beroperasi hingga 16.668 km pada kecepatan jelajah 18 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
12 x 152 mm 57 cal B-38 in four triple Mk5-bis turrets,
12 x 100 mm 56 cal Model 1934 in 6 twin SM-5-1 mounts
32 x 37 mm Anti Aircraft
10 x 533 cm torpedo tubes

DESTROYER (DD) : Skorry Class

Skorry class Destroyer (image : shipbucket)

TNI AL waktu itu memiliki 8 kapal Destroyer (perusak) kelas Skorry. Kapal ini mempunyai panjang 120,5 m, dan bobot penuh 3.115 ton, lebar 12 m, kecepatan maks 36,5 knots, dan mampu beroperasi hingga 7.556 km pada kecepatan jelajah 16 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
2 × 2 - 130 mm (5.1 in) B-2LM guns
1 × 2 - 85 mm (3.3 in) AA guns
7 × 1 - 37 mm (1.5 in) AA guns
2 × 5 - 533 mm (21 in) torpedo tubes
60 mines or 52 depth charges
Generasi selanjutnya kapal tipe ini terdapat perubahan persenjataan :
removing one set of torpedo tubes 
replacing the 37 mm guns with 57 mm guns 
adding RBU 2500 anti-submarine rockets

FRIGATES (FF) : Almirante Clemente Class

Almirante Clemente class frigates (image : Shipbucket)

Disamping mengoperasikan kapal kombatan dari Uni Sovyet, TNI AL waktu itu juga mengoperasikan 2 fregat dari Italia. Kapal fregat kelas Almirante Clemente mempunyai panjang 99,1 m, bobot penuh 1.500 ton, lebar 1,8 m, kecepatan maks 32 knots, dan mampu beroperasi hingga 6.500 km pada kecepatan jelajah 10 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
4 x 20mm/80 Twin Oerlikon
21' Mk 9 Triple torpedo tube
2 x Mk 11 Hedgehog
2 x Mk 9 Deep Charge Mortar
2 x 102mm/45 Vickers Mk 16 Twin
2 x Mk 6 Deep charge mortar
2 x 40 mm/56 MKI Twin Bofors

FRIGATES (FF) : Riga Class

Riga class frigates (image : Shipbucket)

Kapal fregat lain yang dioperasikan TNI AL waktu itu adalah Riga class. Jumlah yang dimiliki adalah 8 kapal. Kapal ini mempunyai panjang 91 m, bobot penuh 1.416 ton, lebar 10,2 m, kecepatan maks 28 knots, dan mampu beroperasi hingga 3.611 km pada kecepatan jelajah 14 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
3× 100 mm guns/56 (B-34) (3×1)
4× 37 mm guns (2×2)
4× 25 mm guns (2×2)
MBU 600 anti-submarine rocket launchers (replaced by two RBU 2500)
2 or 3× 533 mm torpedo tubes (1×2 or 1×3)


CORVETTES (FS) : Albatros Class


TNI AL juga berhasil mendapatkan korvet dari Italia jenis Albatros class, jumlah yang dimiliki sebanyak 2 kapal. Menilik persenjataannya maka kapal ini digunakan untuk peran ASW Corvettes. Kapal ini mempunyai panjang 76,3 m, bobot penuh 895 ton, lebar 9,60 m, dan kecepatan maks 20 knots, dan mampu beroperasi hingga 5.556 km pada kecepatan jelajah 18 knots.

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
2 76/62mm SMP type 3 (replaced in 1962 with 2 single implants 40/70)
1 twin 40/70mm
2 Mark 11 hedgehogs
4 Menon torpedo launcher
1 depth bomb


DIESEL SUBMARINES (SSK) : Whiskey Class


Disamping kapal permukaan, TNI AL waktu itu juga mempunyai 12 kapal selam diesel kelas Whiskey. Kapal selam ini mempunyai panjang 76 m, bobot penuh 1.350 ton ketika menyelam, lebar 6,5 m, kecepatan maks 13 knots saat menyelam, dan mampu beroperasi hingga 11.000 km. 

Sistem persenjatan pada kapal ini termasuk :
6 × 533 mm (21 in) torpedo tubes (4 bow, 2 stern 12 torpedoes or 22 mines)
1 × 25 mm (0.98 in) AA gun (Whiskey I, II, and IV)
1 × 57 mm (2.2 in) AA gun (Whiskey II)
Generasi selanjutnya kapal selam kelas Whiskey dapat membawa rudal :
1 × SS-N-3 cruise missile (Whiskey Single Cylinder)
2 × SS-N-3 cruise missiles (Whiskey Twin Cylinder)
4 × SS-N-3 cruise missiles (Whiskey Long Bin)

Itulah kebesaran armada kombatan TNI AL pada tahun 1960-an yang menjadi kekuatan laut yang disegani di kawasan Asia. Untuk lebih mengingatnya mungkin lebih praktis kalau disusun dalam tabel berikut ini.



(Defense Studies)

Missile Defense Strategy of Vietnam Covers Spratly Islands


(IMP) -- With a range of over 400 km, covering the whole of the Spratly Islands Vietnam, combined REDUT-M missile defense strategy archipelago Vietnam.


Orders alarm rang ... In less than 5 minutes, the vehicle missile launchers rumbled out into combat positions. Missile launch tubes longer than 10m rapid rise into the air direction. Officers shoot driver in the lead car quickly deploy equipment directive nosing search target, the crew informed of rang loudly determine coordinates, the target location is key enemy ships are currently marine area infringe on the sovereignty of Vietnam. Startup fuel hissed sharply blown rock grouting rear platform, P-35 missile is ready to receive commands ... " Zoom ".


It's been reported Infonet images published March 17/1 for rehearsals of rocket 679 Union Navy in Hai Phong, the unit is equipped with missile REDUT-M, radio control Skala-E, using sea ​​missiles on P-35, P-28, P-28M ... is a weapon in the weapons system powering strategy of the Vietnam People's Navy.


REDUT missile - M missiles used for marine - P-35, P-28, P-28M ... In particular, P-35 missile has a range of over 400 km technique, are considered in the strategic missiles tasked to protect the island Vietnam.


Anti-ship cruise missiles P-35 is the main component of the missile defense system the coast range REDUT developed by the Soviet Union in the 1960s.


Name of P-35 has a massive size. It has a length of 10.2 m, a body diameter of nearly 1m wingspan of 2.6 m (can be folded in tubes), weighing up to 4.5 tonnes reporters. In particular, P-35 warhead assembly weighs 1 ton of explosives often enough sinking large warships (including carrier).


To launch missiles, 4 foot hydraulic cylinder is activated to position the car fixed launcher. Larger pipe is a hydraulic lift at an angle other than 20 degrees to the surface of the vehicle launch.


Then, rocket launchers are pushed out by the starter motor speed solid fuel. In certain height, turbine KRD-26 jet activates target missiles, supersonic cruise speed (Mach 1.4), a range of over 400 km. With this range, the P-35 was considered anti-ship missiles have a range of Vietnam and Southeast Asia.


Guided missile combines inertial navigation systems, calibration parameters throughout the journey and active radar in the last phase.

The command is sent to the guided missile command from the ground station via the image of the missile radar provided via a video data link.


From missile radar images provided , the control officer will identify and target the preferred choice, and then lock the target by the missile's active radar. In the absence of guidance from the support of reconnaissance aircraft , missile control officer will launch 3-4 missiles simultaneously.


One of the missiles will be controlled soar higher than the other missiles. The missile will use its radar to guide the missile attack left a ship or a vessel is detected by the radar planes.


PT. Pal Indonesia dan Damen Schelde Memulai Pembangunan Kapal Fregat PKR-105

Kapal fregat ini merupakan kapal pertama yang dibangun dari 2 kapal pesanan TNI AL, selanjutnya pada rencana strategis (renstra) kedua pada 2015 - 2019 TNI AL berencana melanjutkan proyek ini dengan kapal ke-3 dan kapal ke-4 (photo : DSNS)


Surabaya, (IMP) -- Dalam rangka ikut berperan aktif dalam memodernisasi dan memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (Alutsista), PT PAL Indonesia (Persero) sebagai Lead Integrator Alutsista matra laut menggelar acara seremoni First Steel Cutting kapal jenis Perusak Kawal Rudal 105 Meter (PKR/Frigate ke-1), yang berlangsung pada hari Rabu, 15 Januari 2014, terpusat di Dermaga Kapal Perang.

Seremoni First Steel Cutting ini menjadi begitu penting mengingat Kapal perang pesanan TNI Angkatan Laut jenis PKR / Frigate ke-1 ini merupakan pengembangan Proyek Nasional dan menjadi salah satu andalan dalam mengawal keamanan wilayah laut perairan Indonesia. Sehingga para petinggi Negara berkenan hadir untuk menyaksikan acara ini, antara lain Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Kepala Staff TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio, Jajaran KEMENHAN, MABES AL, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS), Project officer, Muspida Jatim, serta Para Undangan. Sementara Manajemen PT PAL Indonesia yang turut hadir yakni jajaran Komisaris & Direksi, Kepala Divisi beserta jajaran dibawahnya. 

Kapal PKR – 105 m ini merupakan kapal pertama dari 4 kapal yang pesanan TNI AL. Selain itu PT PAL Indonesia (Persero) juga telah memproduksi kapal perang jenis Fast Patrol Boat (FPB) dengan berbagai ukuran, KCR 60 m, dan LPD 125 m. Pemenuhan kebutuhan ini diharapkan akan terus mendorong dan mempercepat terwujudnya cita-cita kemandirian alutsita negara sebagai hal yang sangat esensial bagi Bangsa Indonesia dalam mempertahankan NKRI. Sehingga menempatkan bangsa Indonesia sebagai negara strategis yang dihormati dan disegani dalam kancah percaturan dunia. 

Berikut Spesifikasi Kapal Perang Perusak Kawal Rudal (Guided Missile Escort) Frigate No-1:

General
Customer : Indonesian Navy (TNI-AL).
Primary functions : Anti Air Warfare, Anti Surface Warfare, Anti Submarine Warfare
Secondary : Maritime Security & Safety, Disaster Relief/Humanitarian Aid.
Hull material : Steel grade A/AH36.
Standards : Naval /Commercial, naval intact / damaged stability, noise reduced, moderate shock.
Classification : Lloyd's Register of Shipping (supervision) 100 A1 SSC Mono Patrol, G6, LMC UMS.

Dimensions
Length o.a. : 105.11 m
Beam mld : 14.02 m
Depth no.1 deck : 8.75 m
Draught (dwl) : 3.70 m
Displacement (dwl) : 2365 tons

Performance
Speed (Maximum power) : 28 knots
Speed on E-propulsion : 15 knots
Range at 14 knots : > 5000 NM
Endurance : > 20 days at sea

Propulsion System
Propulsion type : combined diesel or electric (CODOE)
Diesel engine : 2 x 10000 kW MCR diesel propulsion
Electric motors : 2 x 1300 kW MCR electric propulsion
Gearbox : 2 x double input input/single output
Propellers : 2 x CPP diameter 3.65 m
lntegrated platform management system

Auxilary Systems
Generator sets : 6 x 735 kWE (CAT C-32A)
Emergency gen. set : 1 x180kWE
Chilled water : 2 x units, redundant distrubution
Fire fighting : 4 x main pumps +Ix service pump
Freshwater making capacity : 2 x 14 m3/day (RO) + 2 x 7.5 m3/day (evaporators)

Deck Equipment
Helicopter deck : max. 10 tons helicopter
Heli operations : day/night with refuelling system
Helicopter hangar : suitable for approx 6 tons helicopter
RAS : on helicopter deck PS & SB, astern fuelling
Boats : 2 x RHlB

Accommodation
Fully air-conditioned accommodation for 122 persons
Commanding Officer 1
VIP cabin (Flag officer standard) 1
Officers 26
Chief Petty Officers 10
Petty Officers 28
Petty officer (female) 8
Junior Ratings 29
Trainee Officers 18
Canal Pilot cabin. 1
Provisions for NBC citadel/decontamination

Weapon & Sensor Suite
3D-Surveillance & target indication radar & IFF
Radar / electro optical fire control
Hull Mounted Sonar
Combat management system
Medium calibre gun 76 mm
1 x Close In Weapon System
2 x 4 SSM launchers
12 cell SAM launcher
2 x triple Torpedo launching system
ESM & ECM
2 x Decoy launchers
lntegrated internal & external communication system

Nautical Equipment

lnteqrated bridqe console, 2 x naviqation radar, ECDIS, GMDSS-A3 rencence gyro

(PAL)


Kapal fregat PKR-105 (photo : Navy Recognition)


In June 2012, the Ministry of Defence of Indonesia and Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) signed the contract for the first SIGMA 10514 PKR Frigate.

In accordance with the agreed planning for the construction of this frigate, the Steel Cutting Ceremony took place simultaneously on 15 January 2014 at PT PAL (Persero) Shipyard in Surabaya (Indonesia) and DSNS in Vlissingen (the Netherlands).

DSNS will build two modules and subsequently ship them to the yard in Surabaya. The simultaneous construction and testing of the modules at two different locations signifies the unique modular building strategy of Damen Schelde Naval Shipbuilding; a method unparalleled in the naval shipbuilding industry.

All modules will be assembled at the PT PAL(Persero) Shipyard under main contractorship of DSNS followed by Harbour Acceptance Tests and Sea Acceptance Trials. 

Second Frigate

The engineering process for the second SIGMA 10514 PKR frigate, for which the contract was signed 14 February 2014, proceeds as scheduled and construction is foreseen to start in approximately 6 months.

Scope

The acquisition of the SIGMA 10514 PKR Frigate is part of the further modernization and expansion of the Indonesian Navy, TNI-AL. The main missions and tasks of the SIGMA PKR 10514 will be in the domains of naval warfare as well as Maritime Security missions and tasks. Also, the vessel may be used for humanitarian support tasks.

Main characteristics

Length: 105 mtr
Width: 14 mtrs
Displacement: approx 2400 tons
Propulsion: Combined Diesel and Electric(CODOE)
Crew: 100 + 20 spare accommodation
Helicopter:ability to carry an organic helicopter
Combat System:
- Extensive Air, Surface and Sub-Surface Surveillance capabilities
- Guided Missile Systems and gun systems for Anti-Air Warfare and Anti-Surface Warfare
- Torpedo systems for Anti-Submarine Warfare
- Active and Passive Electronic Warfare Systems

- Tacticos Combat Management System


Thales Announces Order for FORCESHIELD Integrated Air Defence System and STARSTREAK Missiles for Indonesian Ministry of Defence


(IMP) -- In addition to the supply of STARStreak short-range air defence missiles, the system comprises CONTROLMaster200 radar and weapon coordination systems, RAPIDRanger mobile weapon systems and Lightweight Multiple Launchers (LML), as well as associated communications, training and support equipment.

Victor Chavez, CEO of Thales UK, said: “Thales is the only European defence contractor with the in-depth knowledge and range of advanced technologies to deliver a leading-edge integrated air defence solution such as ForceSHIELD. This solution for the Indonesian Army marks a new approach to air defence in that it provides a complete turnkey solution comprising latest-generation ‘sensor to effects’ technologies. I would like to express my gratitude to the Prime Minister for his personal support on this project and the support of the government – it makes a huge difference to industry and our customers.”

The British Prime Minister, the Rt Hon. David Cameron MP, said: “This deal worth over £100m is great news for the UK and the aerospace industry, and a strong vote of confidence in this Government’s long-term economic plan. It will help secure highly-skilled jobs in Northern Ireland and throughout the supply chain. This is precisely the reason why I go on these trade missions to countries like Indonesia, to drum up jobs and investment for our country, and I’m delighted my trip has resulted in a clear win for Thales.”

For the realisation of this programme, Thales will increase its existing industrial cooperation with the Republic of Indonesia, and has signed an agreement with the Indonesian company PT LEN Industri. The Group will continue to develop a long-term partnership with the Indonesian industry on future programmes in both the military and civil sectors.


Thales’s ForceSHIELD solution is based on customising and combining a range of product lines such as radars, communications, engagement and fire control systems, launchers and missiles to meet front-line users’ needs. This approach provides highly-effective capabilities for its customers to meet the increasing array of asymmetric and conventional air threats in today’s security environment.

The CONTROLMaster200 comprises the latest generation solid-state radar, capable of detecting and tracking 200 targets simultaneously out to ranges up to 250km. It incorporates the CONTROLView engagement control system that evaluates threats, assigns weapons, and coordinates combat management activity – enabling complex and critical decisions to be made faster and with greater precision and security.

The RAPIDRanger is a unique lightweight vehicle-based launcher and fire control system, which can be integrated into a network-enabled force structure and coordinated with a variety of Command and Control systems. Equipped with the STARStreak high-velocity missile, RAPIDRanger has the ability to defeat a wide variety of air threats, including ground attack aircraft, pop-up Attack Helicopters, Unmanned Aerial Vehicles (UAVs) and cruise missiles. The STARStreak missile operates at a speed in excess of Mach 3 to defeat fast-moving threats and those with short unmasking times. The three-dart ‘hittile’ configuration maximises lethality and the highly-accurate laser beam riding guidance enables engagement of low-signature targets and is immune to all known countermeasures.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...