Tuesday, October 6, 2015

Natuna Diproyeksikan Jadi Pearl Harbour Indonesia

Kilo Class Submarine jadi bidikan TNI AL (photo : Kaskus Militer)

JAKARTA, (DS/IMP) -- Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menginginkan agar Natuna menjadi Pearl Harbour bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara.

"Ya itu harus, Natuna harus diperkuat karena itu (penguatan Natuna) juga rencana saya. Bila perlu kita jadikan Pearl Harbour-nya Indonesia, untuk mengawasi wilayah kita yang begitu luas," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/9/2015).

Menurut Agus, Natuna perlu dibangun pangkalan yang betul-betul sesuai untuk melaksanakan operasi Angkatan Udara (AU). Termasuk juga dermaga-dermaga lautnya juga harus diperkuat.

"Penempatan skuadron pesawat tempur tidak perlu di Natuna, sebab pesawat tempur dalam waktu singkat sudah bisa berada di sana. (Fasilitas atau sarana) itu yang dibutuhkan seperti, bunker-bunker, enggak bisa parkir biasa, nggak boleh harus bunker," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal Purn Ryamizard Ryacudu berencana meningkatkan pertahanan laut dan udara di Kepulauan Natuna, menyusul meningkatnya tensi di Laut China Selatan (LCS).

"Ya nanti bulan depan Natuna kita akan lengkapi, landasan kita perpanjang, ada pelabuhan besar paling tidak bisa menampung empat kapal kemudian pesawat-pesawat besar," ujarnya.‬ (Sindo/Defense Studies)



Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi I DPR RI mendukung langkah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) meningkatkan keamanan di wilayah Pulau Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

Kata Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq, peningkatan program yang diajukan Kementerian Pertahanan tersebut untuk menjaga konflik di kawasan yang dilatarbelakangi kepentingan Amerika Serikat dan Tiongkok untuk mengusai Laut Cina Selatan.

"Tadi kita menyetujui usulan itu untuk melakukan realokasi atau pergeseran anggaran sekitar Rp450-an miliar untuk kebutuhan penguatan pangkalan TNI di Natuna," kata Mahfudz usai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/9/2015).


Mahfudz mengakui, kondisi pangkalan militer di Pulau Natuna cenderung tidak layak. Cukup logis jika dana tersebut digunakan untuk pengembangan fasilitas militer seperti landasan udara, hanggar, dan pangkalan kapal militer.

"Kalau sisi alutsista TNI bisa melakukan deployment ke sana. Tapi sarana dan prasarana untuk pangkalan udaranya, runway, dan juga untuk pelabuhan kapal angkatan laut itu diperbaiki," tukas dia.

Seperti diberitakan, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan pihaknya tengah fokus untuk memperbaiki infrastruktur di perbatasan, khususnya, Pulau Natuna yang berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan.

Menurut dia, Indonesia harus meningkatkan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang ada di Laut Cina Selatan. Sebab, wilayah tersebut sedang panas diperebutkan Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Sebagai contoh yaitu memperbaiki landasan udara di Pulau Natuna. Karena landasan di pulau tersebut tidak bisa digunakan untuk pesawat tempur dan hanya bisa digunakan untuk pesawat angkut.

"Kita memang punya alutsista (di sana), seperti kapal dan pesawat namun yang penting adalah landasan (di Pulau Natuna)," ujar dia.


(MetroTVNews/Defense Studies)

TNI AL Targetkan Minimum 154 Kapal Perang Hingga 2024

(photo : kaskus militer) 

(IMP) -- Postur TNI hingga 2024 menargetkan armada KRI terdiri dari kondisi minimum 151 kapal perang, standar 220 kapal perang, dan ideal 274 kapal perang. Pada saat MEF dibuat tahun 2004 TNI AL memiliki 137 kapal perang, satu dekade MEF menjadi 145 kapal perang (bertambah 8 KRI dari pembelian baru dikurangi kapal yang pensiun), dan satu dekade ke depan menjadi 154 kapal perang (bertambah lagi 9 kapal).

TNI Angkatan Laut dalam rencana strategis (renstra) tahun 2024 mentargetkan sebanyak 154 kapal perang (KRI). Dalam minimum essential force (MEF) tahun 2024 sebanyak 154 KRI dan optimumnya sebanyak 274 KRI.

Artinya yang sudah tua-tua sudah diganti. 154 KRI itu minimum, kalau optimum itu 274 KRI untuk mengamankan NKRI. Saat ini memiliki 145 KRI, dan kondisinya peremajaan,” kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana TNI AL M. Zainuddin dalam dialog Pro3 RRI.

Peremajaan kapal, ujarnya, sampai tahap kedua MEF sampai 2015-2019 secara bertahap kapal baru berdatangan. Dari mulai tahun 2015-2016 baik pengadaan di dalam negeri maupun di luar negeri.


Dengan datangnya kapal selam itu, jelasnya, akan memberikan hal yang positif. MEF kedua 2019 dan tahapan ketiga 2024 diharapkan MEF sudah terpenuhi semua.

Kita MEF postur hingga renstra 2024. Kita sangat membutuhkan bantuan masyarakat maritim, dan itu bisa mengantisipasi kejahatan lautan di Indonesia. Jadi nelayan, dan masyarakat bisa memberikan informasi ke kita,” pungkasnya. 

(RRI)

Legislator : Rusia akan Berikan Soft Loan Alutsista


Jakarta (ANTARA/IMP) -- Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan Rusia akan memberikan soft loan sebesar 3 miliar dolar AS kepada Indonesia guna membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Keinginan Rusia itu didapatkan oleh Komisi I DPR RI setelah melakukan kunjungan kerja ke Rusia beberapa waktu lalu.

"Untuk TNI dikatakan, Rusia siap memberikan soft loan yang sangat murah untuk membeli alutsista. Rusia bersedia memberikan soft loan kepada Indonesia sebesar 3 miliar dolar AS. Dalam waktu dekat investor Rusia akan datang," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Atas tawaran Rusia itu, dirinya sudah menyampaikan kepada TNI dan juga Menteri Bappenas/Kepala PPN.

"Kita akan sampaikan kepada TNI dan saya sudah sampaikan juga kepada Menteri Bappenas. Mereka akan pelajari seperti apa soft loan. Soft loan itu lebih murah dibanding kredit ekspor (KE)," katanya.

Kunjungan Komisi I DPR RI adalah juga untuk bertemu dengan masyarakat Indonesia yang ada di Rusia.

BPPT dan SAAB Kerja Sama Teknologi Pertahanan


Tangerang, 28/8 (Antara/IMP) -- BPPT dan SAAB perusahaan global yang bergerak dibidang pertahanan menjalin kerja sama untuk mengembangkan teknologi pertahanan dalam rangka menuju kemandirian pertahanan dan keamanan di Indonesia.

"Industri pertahanan kita tidak kalah dengan negara tetangga, namun untuk teknologi harus terus diperbarui mengikuti perkembangan terkini," kata Deputi Kepala BPPT bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Erzi Angson Gani saat dihubungi, Jumat.

Dia menunjuk beberapa negara ASEAN, alat utama sistem persenjataan (Alutista) masih harus didatangkan dari luar negeri, sedangkan Indonesia sudah memiliki sejumlah industri strategis seperti PT Pindad, PT LEN, PT PAL, PT Dahana, PT Dirgantara Indonesia.

"Industri strategis yang kita miliki tinggal dikembangkan saja, salah satu caranya dengan menggandeng perusahaan yang memiliki teknologi terkini dan efisien," ujar Erzi.

Erzi berharap Indonesia dapat mencontoh Korea Selatan dan Tiongkok yang telah dikenal memiliki industri kapal selam paling lengkap berteknologi tinggi.

 (photo : Saab)

Terkait hal tersebut lanjut Erzi, BPPT telah menandatangani surat perjanjian kerja sama dengan SAAB dibidang teknologi pertahanan pada Kamis (29/8) di Puspiptek Serpong. Kerja sama dilaksanakan mengingat perusahaan ini telah sukses menjalin kerja sama serupa dibidang pertahanan dengan negara lain.

Dia menunjuk kerja sama perusahaan ini dengan Swedia dalam mengembangkan teknologi sistem pertempuran udara yang didalamnya juga melibatkan lembaga akademis dan pemerintah.

Sedangkan di Indonesia, jelas Erzi, BPPT memiliki enam program dibidang pengembangan teknologi pertahanan yang siap dikerjasamakan diantaranya pesawat tempur, kapal selam, kapal korvet, rudal, medium tank, dan pengintai. 

Salah satu yang akan digarap dengan SAAB adalah pesawat tanpa awak (drone) yang sudah banyak dikembangkan di berbagai negara untuk tujuan pertahanan dan keamanan, jela Erzi.

Erzi mengatakan dalam kerja sama tersebut diharapkan akan berlanjut tidak hanya sebatas implementasi pada industri strategis yang kita miliki, tetapi juga harus ada transfer teknologi.

"Negara-negara yang tergabung dalam G-20 telah menyepakati apabila terdapat kerja sama dibidang teknologi dikalangan negara anggota harus juga dimasukkan klausul alih teknologi," ujar Erzi.

Setelah Lapan A2, ini 4 Satelit yang akan Diproduksi Ahli Dalam Negeri


Jakarta, (IMP) -- Satelit pertama karya anak bangsa, Lapan A2/Orari sedang dipersiapkan untuk peluncuran di India pada September mendatang. Namun, seakan tak tinggal diam kini tim ahli LAPAN juga tengah berkutat membangun Lapan A3.

"Tim yang sudah selesai dengan A2 sekarang sedang membangun Lapan A3," kata Lead Engineer Lapan A2/Orari M. Mukhayadi saat berbincang dengan detikcom di ruang kontrol LAPAN di kantor LAPAN Rancabungur, Bogor, Kamis (28/8/2015).

Saat detikcom berkesempatan melihat ruang AIT LAPAN, Lapan A2 yang kini tinggal waktu pengiriman ke India tampak diletakkan di salah satus sudut ruangan. Boks berwarna hitam merah itu masih diuji untuk kesempurnaan komponennya saat sudah mengorbit. 



Selain sibuk menyempurnakan A2, ternyata sebagian ahli sedang sibuk merakit komponen satelit selanjutnya, yakni Lapan A3. Dalam ruangan itu, cikal bakal A3 diletakkan dengan penuh kehati-hatian. 

Untuk A3, LAPAN masih mempertahankan bentuk kotak. Namun, bobotnya akan lebih berat.

"Kami masih menggunakan kamera namun A3 lebih pada images pencitraan," kata Kepala Pustek Lapan Rancabungur, Suhermanto, kepada detikcom, Kamis (27/8/2015).

Pada satelit A3 ini juga nanti paket datanya akan menggunakan standar internasional. Tujuannya agar pesan dari satelit bisa diterima banyak stasiun bumi namun tetap saja hanya stasiun yang diijinkan LAPAN saja yang boleh membuka dan membaca pesan tersebut.


Satelit Lapan A2 (photo : Lapan)


Dalam jangka panjang, Hermanto mengatakan secara bertahap LAPAN akan membuat satelit yang lebih besar dengan bantuan supervisi Technical University Berlin, Jerman. Besar harapannya Indonesia mampu mandiri membuat satelit sendiri dalam ukuran besar di tahun 2021.

Sebenarnya LAPAN sudah berencana membuat satelit hingga Lapan A6. Untuk Lapan A4 masih akan dibuat kotak dan fokus pada kamera. Namun, A4 akan dibuat dengan kamera semi profesional. Saat ini memang LAPAN sudah menggunakan kamera namun versi murahnya. Pihak LAPAN memesan khusus kamera untuk digunakan pada satelit serta memodifikasi kamera video yang lazim digunakan khalayak untuk menangkap momen dengan baik. 



Untuk A5, LAPAN mencoba untuk masuk teknologi radar. Namun, seperti apa bentuk dan soesifikasinya sementara masih dikonsepkan karena sumber daya manusia yang masih terbatas.

"Kami akan kerjasama dengan Chiba University di Jepang karena kita masih melihat apakah teknologi kita siap?" sambungnya.


Namun, untuk satelit A6, Hermanto masih belum meramu konsep yang tepat. Ia hanya berpikir bahwa satelit itu harusnya berbobot lebih dari 240 kg sehingga membutuhkan ruang pembuatan yang lebih besar. Saat ini, Pusteksat Rancabungur hanya bisa untuk tempat pembuatan satelit di bawah 100 kg.

Ia juga berharap sepanjang proses pembuatan satelit tersebut dukungan pemerintah semakin kuat mengingat pentingnya satelit untuk kebutuhan pertahanan, penanggulangan bencana dan prioritas pemerintah saat ini yakni kemaritiman. 

Boeing Siap Penuhi Skema Offset Dalam Pengadaan Helikopter Chinook


Jakarta, (DMC/IMP) -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menerima Regional Director South East Asia Boeing Young Tae Pak, Selasa (25/8) di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. Pertemuan ini membahas mengenai kelanjutan rencana pengadaan Helikopter Chinook.

Dalam kesempatan tersebut, Regional Director South East Asia Boeing menyampaikan bahwa dalam pengadaan Helikopter Chinook nantinya, pihak Boeing siap memberikan dan memenuhi persyaratan skema offset yang diinginkan Indonesia.

Guna membicarakan lebih detail bagaimana mekanisme skema offset tersebut, maka saat ini pihak Boeing telah mengirimkan tim ke PT. DI di Bandung. Regional Director South East Asia Boeing juga menyampaikan siap membantu sepenuhnya untuk kelancaran proses pengadaan ini dan akan memberikan harga yang terbaik untuk Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bahwa Kemhan berencana membeli empat Helikopter Chinook untuk memperkuat Alutsista di jajaran TNI AD. Pembelian ini disesuaikan dengan ancaman nyata yang dihadapi Indonesia, terutama masalah penanganan bencana alam.

Helikopter Chinook merupakan salah satu jenis helikopter yang memiliki keunggulan multifungsi. Selain dapat mengangkut personil militer dalam jumlah banyak, helikopter ini juga mampu mengangkut logistik dalam jumlah banyak.

Selain itu, helikopter ini didesain untuk bisa mengangkut (sling) pesawat tempur, kapal tempur, kendaraan tempur (Ranpur), hingga tank tempur kelas ringan. Tidak hanya itu, dengan kemampuan daya angkut yang besar, helikopter ini banyak diturunkan untuk mendukung kebutuhan nasional, seperti evakuasi bencana alam dan kegiatan Search and Rescue. 

Menhan Tinjau Pembangunan KRI Jenis Sigma Terbaru

Fregat jenis PKR-105 (photo : Tempo)

Surabaya, (IMP) -- Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu meninjau galangan kapal PT PAL Indonesia di Surabaya yang merupakan produsen kapal perang maupun kapal komersil. Dalam kunjungan tersebut, Menhan melihat langsung proses pembuatan dan perakitan sebuah kapal perang (KRI) Perusak Kawal Rudal (PKR) berjenis Sigma yang dipesan oleh TNI Angkatan Laut (TNI AL). 

Direktur Utama PT PAL, M. Firmansyah Arifin menjelaskan kapal tersebut akan menjadi KRI tercanggih yang dimiliki TNI AL. "Ini kapal PKR berukuran 105 meter yang sedang kami buat untuk TNI AL. KRI ini akan menjadi kapal tercanggih yang dipunyai TNI AL. Senjata dan rudalnya memang sengaja tak kami ungkap sekarang," ujarnya di galangan kapal PT PAL Indonesia di Surabaya, Jatim, Kamis (13/8). 

Menurut Firmansyah, kapal itu dilengkapi persenjataan canggih bawah air yang bisa dipergunakan untuk menghancurkan kapal selam. "Juga dilengkapi peralatan moderen di atasnya, sehingga mampu memperkuat persenjataan maritim nasional kita," imbuhnya. 

Kerjasama dengan DAMEN `Schelde Naval Shipbuilding` (DSNS) - Belanda dalam pembuatan kapal perang cepat tersebut, kata Firmansyah, diharapkan mampu memberi manfaat besar terkait transfer teknologi kepada para ahli perkapalan nasional, khususnya yang berada di PT PAL. 

"Kerjasama ini dilakukan dengan teknologi tinggi, sehingga diharapkan nantinya kami bisa membangun sendiri kapal sejenisnya," tambahnya. Sementara itu, Ryamizard mengapresiasi industrinalutsista buatan dalam negeri. Menurutnya PT PAL harus meningkatkan kualitas produknya agar terus bisa dipercaya oleh TNI. 

"Ini bagus sekali. Pesan saya agar PT PAL ini menjaga kualitas dan kepercayaan konsumen. Apalagi kapalnya sudah dipesan oleh negara lain," imbuhnya. 

PKR bernomor seri 10514 tersebut rencananya akan selesai pada Januari 2017 mendatang, kapal berjenis sigma terbaru itu akan menambah KRI sejenis sebelumnya seperti KRI Diponegoro, KRI Frans Kaisepo, dan KRI Sultan Hasanuddin.

Tuesday, June 9, 2015

Menguak Teror IMF dan AS di Balik Kejatuhan Presiden Soeharto


(IMP) -- 8 Juni 1921, hari ini tepat kelahiran Presiden Soeharto. Presiden kedua Indonesia ini memimpin selama 32 tahun. Nyaris akan menjadi presiden seumur hidup jika tak ada arus reformasi yang dipicu oleh krisis ekonomi.

Namun siapa sangka ternyata krisis itu sengaja diciptakan oleh Amerika Serikat dan International Monetary Fund (IMF). Tujuannya untuk membuat Indonesia bergolak dan membuat Soeharto jatuh.

Krisis ekonomi yang disusul krisis politik mengakibatkan pelarian modal ke luar Indonesia secara masif, hingga menyebabkan anjloknya nilai rupiah sampai mencapai Rp 17.000,- per dolar. Rupiah yang lemah membuat pebisnis kolaps karena tidak dapat lagi mengelola utang luar negerinya.

Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat. Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto.

Hal ini dibuktikan dari pengakuan Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus sendiri. Camdessus mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto turun,” aku Camdessus saat diwawancarai The New York Times dan dikutip Kantor Berita Antara dalam artikel IMF di Balik Kejatuhan Soeharto?

Di tengah krisis ekonomi yang memburuk, Soeharto terpaksa menandatangani ‘letter of intent’ dengan IMF di kediaman Cendana, pada 15 Januari 1998. Sepintas IMF seperti membantu, tapi kenyataannya sebaliknya. Bantuan dengan sejumlah syarat itu malah sangat merugikan perekonomian Indonesia.

Hanya beberapa pekan kemudian, tanda tangan itu terbukti membelenggu Soeharto sendiri. Mencoba lepas dari tekanan IMF, Presiden mencari ‘jalan lain’ yang tidak disukai lembaga donor internasional itu.

Pada akhir Januari 1998, Presiden menerima Steve Hanke yang menawarkan proposal Currency Board System (CBS) atau Dewan Mata Uang. Dengan CBS, rupiah akan dipatok pada 5.500 per dolar. Soeharto tertarik dan hampir memberlakukan CBS. Dia sudah menyiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang CBS.

Namun, IMF marah. Mereka menilai hal ini merugikan rencana mereka di Indonesia. Koran The Washington Post mengabarkan bocornya surat pribadi Michel Camdessus kepada Soeharto tertanggal 11 Februari 1998. Surat itu berisikan ancaman bahwa IMF akan menangguhkan pinjaman sebesar 43 miliar dolar AS jika tidak ada kejelasan mengenai masa depan reformasi sesuai LoI yang telah diteken 15 Januari. Ancaman tersebut manjur. CBS akhirnya dibatalkan menyusul tekanan Barat yang makin keras.

Menurut Steve Hanke, serangan terhadap gagasan CBS dan dirinya sebagai penasehat ekonomi presiden dilancarkan begitu keji. Pelaksanaan CBS Indonesia ditentang habis-habisan. Akan tetapi Argentina, yang juga pasien IMF, dibolehkan. Begitu pula kontrol devisa, yang digelar begitu mulus di Chili, ternyata diharamkan di Indonesia.

Padahal, kata Steve Hanke, kalau saja Indonesia kala itu diizinkan memakai CBS atau bahkan kontrol devisa, “Perekonomian Indonesia mungkin bisa selamat.” Berkali-kali Hanke mengingatkan Soeharto agar tak mempercayai IMF, karena IMF sangat khawatir CBS bakal sukses diterapkan di Indonesia.


Seiring dengan berjalannya waktu, Hanke kemudian mendapat jawaban lebih jelas mengapa idenya tentang CBS dibantai habis-habisan, padahal di negara lain bisa jalan dengan baik.

Merton Miller, seorang penerima Hadiah Nobel untuk Ilmu Ekonomi, mengatakan bahwa penolakan pemerintah Clinton dan IMF terhadap CBS “Bukan karena itu tidak akan jalan tapi justru kalau itu jalan maka Soeharto akan terus berkuasa”.

Pendapat sama, lanjut Hanke, juga dikemukakan oleh mantan PM Australia Paul Keating. Keating mengatakan “AS tampak dengan sengaja menggunakan ambruknya ekonomi sebagai alat untuk menggusur Soeharto”.

Menurut para ekonom, masuknya IMF ke Indonesia seperti membawa kunci pembuka bagi gudang harta terpendam, yakni pasar Indonesia yang luar biasa dahsyat.

Ini terbukti, setelah IMF menjadi ‘dokter’ perekonomian Indonesia, perusahaan asing begitu leluasa berbisnis di negeri ini. Di setiap pojok kota, kini begitu banyak kantor cabang bank asing, restoran asing, perusahaan multinasional dan barang produk luar negeri.

Indonesia baru bebas dari utang IMF di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut SBY, sejak tahun 2006, Indonesia bisa bernapas lega terbebas dari utang IMF.

Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah USD 9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara dengan Rp 117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada tahun 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada. Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF,” kata SBY beberapa waktu lalu.


(Merdeka.com)

Saturday, March 28, 2015

AS Buka Dokumen Rahasia, Israel Terbukti Kembangkan Senjata Nuklir


(IMP) -- Hubungan Amerika dan Israel berada di titik terendah. Bahkan diam-diam Pentagon merilis dokumen rahasia mengungkapkan tentang program nuklir Israel. Sebuah program yang selama ini ditolak dan dibantah oleh Israel.

Awal bulan ini, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menerima undangan kontroversial untuk berbicara di hadapan Kongres AS dan memperingatkan tentang "bahaya nuclearized Timur Tengah dan konsekuensi mengerikan untuk seluruh umat manusia.

Pidato diterima dengan baik bahkan penuh tepuk tangan. Bahkan mengalahkan Presiden Obama.

Entah kebetulan atau tidak pidato Netanyahu bertepatan dengan keputusan Pentagon untuk menyingkap sebuah dokumen rahasia yang membuktikan bahwa meskipun selama ini sangat keras tentang program nuklir negara lain, Israel justru telah menjadi tuan rumah dari senjata tersebut.

Dalam laporan setebal 386 halaman, berjudul “Critical Technological Assessment in Israel and NATO Nations,” dan dikutip Ria Novosti Jumat 27 Maret 2015 disebutkan tentang data pada 1987 dan rincian penting pada program nuklir Israel tidak pernah diakui.

“[Israel] mengembangkan jenis kode yang akan memungkinkan mereka untuk membuat bom hidrogen,” bunyi laporan Departemen Pertahanan tersebut. “Artinya, kode yang detil fisi dan fusi proses pada tingkat mikroskopis dan makroskopis.

Bahkan laporan ini menyebutkan kemampuan nuklir Israel hampir sejajar dengan kemampuan yang ada di Laboratorium Nasional Amerika dan menyebut laboratorium Israel “setara” dengan instalasi nuklir AS di Los Alamos, Lawrence Livermore, Oak Ridge dan.

Los Alamos, adalah tempat di mana Robert Oppenheimer melakukan sebagian besar percobaan Proyek Manhattan.”Sejauh teknologi nuklir Israel kira-kira sama dengan kemampuan AS di sekitar 1955-1960,” tulis laporan itu.

Dokumen Pentagon juga menyatakan bahwa 28 tahun yang lalu, Israel sudah seperti maju dalam pengembangan nuklir sebagai Amerika Serikat telah lama setelah pengujian bom hidrogen pertama.

Momentum rilis dokumen tentu membawa kecurigaan karena situasi hubungan Israel dan AS yang sedang tidak romantis seperti biasanya. Israel mengecam Obama yang dianggap terlalu mengakomodasi program nuklir Iran.

Sebenarnya tiga tahun lalu seorang wartawan AS di bawah Freedom of Information Act telah mengajukan permintaan tentang data tersebut. Namun direspons lambat oleh Pentagon. Padahal putusan oleh hakim Pengadilan Negeri telah memerintahkan Departemen Pertahanan untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Sebuah laporan Wall Street Journal yang diturunkan pada Selasa 24 Maret 2015 juga menuduh Israel sedang mengintip negosiasi nuklir P5 + 1. Sementara kantor perdana menteri Israel membantah klaim ini, surat kabar mengutip para pejabat senior AS yang mengatakan bahwa intelijen Israel sedang menguping pembicaraan internasional.


Thursday, March 26, 2015

France Ready to Give RI Technology Transfer

Dassault Aviation Rafale (all photos : Okezone) 

(IMP) -- France asserted on Wednesday that it was willing to provide an industrial cooperation with Indonesia should the Dassault Rafale jet fighter be selected to modernize the Indonesian Air Force.

French Ambassador to Indonesia Corinne Breuzé said that France was open to all cooperation possibilities involving French aircraft maker Dassault Aviation and state-owned aircraft maker PT Dirgantara Indonesia (PT DI).


Other than technology transfer, she said that being 100 percent French, the Rafale would allow its users independence. “It is designed with Safran/Snecma for the engine, Thales for the avionics and MBDA for the armament,” she said.


Breuzé was speaking at an event to introduce the French jet fighter to the Indonesian public, at the Halim Perdanakusuma Air Force Base in East Jakarta. 

She said that the decision to bring the Rafale to Jakarta, despite a high level of operational engagement especially in Iraq, was made by the French defense minister and air force following a courtesy call from Indonesian Defense Minister Ryamizard Ryacudu, who met his French counterpart Jean-Yves Le Drian on March 10.

Ryamizard also visited the Rafale’s assembly line in Bordeaux-Merignac during the March visit.

Two Rafale jet fighters, a Rafale B double-seater and a Rafale C single-seater, arrived on Monday from the just-concluded 2015 Langkawi International Maritime and Aerospace (LIMA) exhibition in Malaysia.


There was also a solo aerobatic display performed by Capt. Benoit Blanche of the French Air Force.

The Rafale is a latecomer in the competition to replace the aging American-made F-5 E/F Tiger II operated by the Indonesian Air Force.

The French jet fighter is facing tough competition, locking horns with a stable of other contenders including the Russian-made Sukhoi Su-35, American-made F-16 Block 60, Swedish-made Saab JAS-39 Gripen and the Eurofighter Typhoon, a collaboration between Germany, Italy, Spain and the UK.


The Indonesian Air Force has repeatedly said it prefers the Su-35, the latest iteration of the Flanker family of jet fighters, although the final decision will be made by the Defense Ministry.

Meanwhile, Dassault Aviation executive vice president for America, Africa and Asia military sales JPHP Chabriol told The Jakarta Post that the best example of French will to transfer technology was India, which selected the Rafale.

He said that from an order of 126 units, 18 were supposed to be produced in France and the rest to be produced locally by Indian industries through progressive transfer of technology.

From French authorities’ point of view as well as from French industry, there is no limitation to transfer technologies of the Rafale to friendly foreign countries,” he said.




He said Dassault and all associated French companies were quite open to discussions with Indonesian actors to set up a program that suited Indonesian requirements.

We are not imposing anything; we are ready for discussion to define what is the optimized scheme of transfer of technology in the framework of the Rafale bid,” Chabriol said.

Other than technology transfer, Chabriol emphasized that Indonesia would get total independence if it selected the Rafale because, as it is a 100-percent French product, Indonesia would not have to deal with a third party.

Another advantage of buying the Rafale, he added, was that it could be deployed with very minimal logistical support. 


(The Jakarta Post / DEFENSE STUDIES / Okezone)

Yang Ditawarkan Rafale ke Indonesia


(ARC/IMP) Sebagai peserta yang tampil paling akhir, Dassault Rafale tampak berupaya keras menyalip di tikungan akhir menjelang garis finish. Dan tidak main-main upaya yang dilakukan Dassault. Meski paling buncit, pabrikan Perancis ini langsung memboyong 2 unit jet tempur Rafale, untuk diujicobakan TNI-AU maupun Kementrian Pertahanan. Dan aksi yang dilakukan Rafale ini, sejujurnya mengundang decak kagum.


Namun, sebagaimana amanat Undang-Undang Industri Pertahanan, dan sekaligus pemanis kontrak, setiap pabrikan menawarkan sejumlah paket teknologi transfer. Dan untuk mencari tahu hal ini, ARCinc pun berkesempatan bertanya langsung kepada Executive Vice President America-Africa-Asia Military Sales dari Dassault Aviation, J.P.H.P Chabriol. Dan pertanyaan pertama tentunya paket transfer teknologi apa yang Dassault tawarkan ke pihak Indonesia. 

Jawaban Chabriol cukup lugas. Ia menyatakan Dassault siap memberikan apapun yang Indonesia minta sebagai imbal pembelian Rafale. Mulai dari perawatan, produksi sub sistem hingga perakitan penuh (full assembly) jet tempur Rafale di Indonesia. Chabriol mencontohkan, pada penawaran dengan India, lebih dari 100 unit Rafale akan dibangun di dalam negeri India. "Meski jumlah pembelian Indonesia nantinya tidak sebanyak India, paket full assembly pun bisa saja dilakukan," papar Chabriol. 

Selain itu, janji Dassault memberikan transfer teknologi bisa dilakukan lebih mudah lantaran Rafale merupakan jet tempur yang 100% murni buatan Perancis. Artinya tidak diperlukan persetujuan negara ketiga yang memasok subsistem dari Rafale. Bahkan Chabriol juga menyatakan kesiapannya bekerja sama dengan Industri Pertahanan lain seperti LEN, Pindad dan lain sebagainya.

Permasalahan lain yang kerap mengantui pembelian senjata oleh Indonesia adalah embargo. Untuk hal ini, Chabriol kembali mempertegas bahwa Rafale adalah 100% buatan Perancis. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran mengenai embargo dari negara ketiga sebagai pemasok subsistem. Alutsista buatan Perancis sendiri sudah banyak digunakan militer Indonesia, mulai dari Helikopter, Panser, Meriam, Radar, dan sebagainya tanpa adanya bayang-bayang embargo. 

Bagaimana dengan harga Rafale yang dianggap cukup mahal. Sembari tersenyum, Chabriol menyatakan keberatannya membandingkan Rafale dengan jet tempur yang lebih murah. Namun, ia kembali mencontohkan saat tender di India, dimana Rafale dibandingkan dengan Typhoon. "Setelah melalui beragam kalkulasi meliputi biaya operasional, life cycle, perawatan, Rafale justru lebih murah dibanding Typhoon", klaim Chabriol.


Sementara itu, dari sisi Indonesia, ARCinc bertanya langsung kepada PT.DI , yang juga ternyata salah satu pemrakarsa kedatangan Rafale ini. Dirut PT.DI, Budi Santoso, menyatakan yang ia cari adalah kemampuan mengupdate dan mengupgrade pesawat tempur. Menurutnya, pesawat tempur berbeda dengan pesawat angkut, dimana dalam masa operasionalnya selama 20-30 tahun, harus selalu diupdate sehingga bisa memenangkan pertempuran. Namun demikian, pihaknya tetap menyerahkan kepada pemerintah dan pihak terkait mengenai transfer teknologi yang disepakati.

Lalu bagaimana dengan Typhoon? Bukankah PT.DI sebelumnya tampak bekerja sama dengan Konsorsium Eurofighter? "Oh.. itu hanya pancingan, buktinya Rafale mau datang kan", kata Budi Santoso sambil tersenyum.


(ARC)

Dua Pesawat Tempur C-01 Rafale Prancis Unjuk Kebolehan di Jakarta


Jakarta (IMP) -- Diam-diam tensi persaingan pabrikan pesawat tempur yang ingin produknya ditunjuk menjadi pengganti F-5E/F Tiger II TNI AU meningkat, dan hari ini dua pesawat tempur C-01 Rafale Angkatan Udara Prancis mampir di Pangkalan Udara Utama Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Kedua pesawat tempur bermesin ganda multi peran buatan Dassault Aviation, Prancis, itu diangkut memakai pesawat angkut menengah A-400M Angkatan Udara Prancis, seturut informasi dari Dinas Penerangan TNI AU, Senin.

Mereka merupakan kontingen yang sama dari Angkatan Udara Prancis, yang sebelumnya berlaga di Langkawi International Maritime and Aerospace 2015, Malaysia, beberapa hari lalu. Di ASEAN belum ada pengguna C-01 Rafale.

TNI AU berencana menghapus F-5E/F Tiger II buatan Northrop, Amerika Serikat. Ada beberapa calon pengisi yang sedang getol menawarkan diri, yaitu JAS39 Gripen buatan SAAB AB, Swedia, Eurofighter Typhoon (Eurofighter/konsorsium Eropa Barat), F-16 Fighting Falcon Block 60 (Boeing-Amerika Serikat), dan Sukhoi Su-35 Flanker (Rusia).

Bukan cuma Skuadron Udara 14 (di mana Tiger II tergabung) yang akan dicarikan pengganti pesawat tempurnya, melainkan akan juga dibangun tiga skuadron udara tempur baru. 

Jika diasumsikan satu skuadron berkekuatan 12 hingga 18 pesawat terbang maka diperlukan 48 hingga 64 unit pesawat tempur baru dilengkapi sistem pendukung, sistem perawatan dan pemeliharaan, sistem pelatihan, dan lain-lain. 

Nama C-01 Rafale nyaris tidak pernah disebut-sebut hingga beberapa waktu lalu dan kini dua unit pesawat tempur yang turut alam Operasi Hermattan, di utara Libya, itu menampakkan dirinya. Selain kandungan teknologinya, produk senjata Prancis dikenal memiliki desain sangat menawan dengan harga cukup tinggi. 

Selama di Jakarta, kedua unit C-01 Rafale itu akan unjuk terbang di hadapan petinggi TNI AU. 

Bukan cuma di Jakarta karena demonstrasi terbang —beberapa pilot tempur TNI AU ikut sebagai penerbang tandem— juga dilaksanakan di Pangkalan Udara Utama Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur. Pangkalan udara inilah yang dikenal sebagai “sarangnya” pesawat tempur TNI AU. 

C-01 Rafale dibuat Dassault Aviation (dulu Dassault Breguet) dalam beberapa varian, yaitu Rafale A, Rafale B, Rafale C, Rafale D, dan Rafale M, yang khusus diciptakan untuk ditempatkan di kapal induk.

Rafale, Typhoon, dan Gripen --semuanya bersayap delta dengan sayap kanard-- aktif dalam operasi kemanusiaan di Timur Tengah atas mandat PBB, di antaranya Operasi Karakal (JAS39 Gripen).

Dibandingkan para pesaingnya, sosok Rafale dan Gripen jauh dari menyeramkan namun menyimpan letalitas dan teknologi tinggi dalam memusnahkan lawan di udara, laut, dan darat. 


Wednesday, January 14, 2015

Layakkah Anda Menerima Subsidi BBM ?


(IMP/Remo Marichi) -- Sudah hampir lebih dari 30 tahun lamanya, kita sebagai rakyat Indonesia menikmati manisnya subsidi BBM. Betapa menyenangkan saat-saat bangsa ini masih menjadi pengekspor minyak dan masih menjadi anggota OPEC, tapi kenyataannya sekarang kita telah berubah dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor minyak serta keluar dari organisasi OPEC yang merupakan organisasi negara-negara pengekspor minyak. Pertanyaannya adalah apakah saat ini masih layak untuk memberikan subsidi pada BBM yang pada kenyataannya 70% subsidi BBM dinikmati oleh orang-orang yang mampu dan berkecukupan bahkan bisa dikatakan mapan karena mampu membeli kendaraan beroda empat.

Dengan adanya defisit APBN sekitar 300 triliun rupiah setiap tahunnya akibat subsidi BBM yang menguras pundi-pundi keuangan negara, jadi masih layakkah pengguna kendaraan pribadi beroda empat diberi subsidi? Ada yang aneh saat kita mencermati fenomena yang terjadi saat ini, di mana semua orang merengek-rengek meminta disubsidi. Kenyataannya kebanyakan dari mereka adalah orang yang tidaklah layak untuk mendapatkannya. Menurut data yang didapat dari dinas perhubungan bahwa 70% pengguna subsidi BBM adalah kendaraan pribadi beroda empat dan hanya 30% dari total keseluruhan pengguna adalah kendaraan transportasi umum dan kendaraan beroda dua yang benar-benar layak untuk mendapatkan subsidi BBM dari pemerintah.

Jadi salahkah pemerintah bila mencoba mengalihkan subsidi yang bisa disebut mubazir itu menjadi subsidi tepat guna dan dialihkan ke pembangunan sektor sarana prasarana umum? Banyak sekali pro dan kontra atas kebijakan itu, tapi mari kita menyikapinya dengan pikiran positif untuk kemajuan masa depan bangsa ini. Tidaklah penting tentang apa yang sudah diberikan negara untukmu tapi yang lebih penting adalah sumbangsih apa yang telah engkau berikan kepada bangsa dan negara yang tercinta ini. Setidaknya dengan menggunakan BBM bukan subsidi bagi orang-orang yang mampu dan pengguna kendaraan pribadi beroda empat, kita dapat memberikan sumbangsih yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang harus berupaya untuk memahami bahwa hanya orang yang tidak mampu dan benar-benar miskinlah yang layak untuk disubsidi. Kelayakan menjadi tolak ukur bagi penerima subsidi, pada saat kita juga ikut serta menikmati subsidi sebenarnya secara tidak sadar kita telah menempatkan diri kita masuk menjadi kategori orang-orang yang layak yang sebenarnya adalah orang-orang yang miskin dan tidak mampu. Jadi secara tidak langsung kita telah merendahkan diri kita dengan bergabung pada kategori tersebut padahal secara materi kita mampu dan berkecukupan, apakah kita telah membohongi diri kita sendiri dan negara ini demi subsidi BBM yang tidak selayaknya kita nikmati.

Banyak segi positif yang akan didapat dari penghapusan subsidi BBM, di antaranya adalah adanya pengalihan anggaran ke sektor-sektor penggerak usaha kecil yang bisa berupa kredit lunak untuk usaha-usaha kecil dan menengah sehingga diharapkan kelak akan menciptakan lapangan pekerjaan yang baru yang akan mengurangi angka pengangguran. Selain itu anggaran tersebut dapat dialihkan ke subsidi pupuk dan bibit untuk petani sehingga kita dapat mewujudkan swasembada pangan tanpa perlu mengimpor bahan pangan dari negara-negara lain di dunia. Dan tentunya yang sangat penting adalah sektor pendidikan dan kesehatan karena negara yang memiliki rakyat yang berpendidikan tinggi dan sehat dapat menjadi penggerak roda perekonomian negara dan selanjutnya akan mengantarkan negara menjadi negara yang maju, kuat dan disegani oleh negara-negara lainnya di dunia ini.

Dari pengalihan anggaran subsidi BBM tersebut, pemerintah dapat memberikan dan mendirikan gedung-gedung sekolah baru yang dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia terutama untuk daerah-daerah yang terpencil yang belum memiliki gedung-gedung sekolah. Pemerataan pembangunan mutlak dan harus dilakukan demi kemajuan bangsa dan negara, dan demi mengurangi angka kemiskinan sekaligus menghilangkan kebodohan anak-anak Indonesia akibat putus sekolah ataupun karena tidak dapat bersekolah akibat tidak ada biaya dan ketidakmampuan dari segi materi. Dengan melakukan subsidi silang setidaknya pemerintah telah menjalankan perannya sebagai perwakilan rakyat Indonesia untuk mencerdaskan anak-anak Indonesia sesuai dengan amanat pembukaan UDD dasar 1945.

Dengan begitu banyaknya manfaat dari pengalihan subsidi BBM, masihkah kita merasa bahwa kita yang termasuk dalam golongan orang-orang yang berkecukupan dan mampu secara materi merengek-rengek meminta disubsidi juga sama seperti saudara-saudara kita yang hidupnya susah dan berada di bawah garis kemiskinan yang sebenarnya layak dan harus kita bantu serta kita santuni sebagai sesama saudara yang menjadi rakyat bangsa Indonesia. Hanya hati nurani yang tulus yang dapat benar-benar berpikir kepentingan bersama adalah segala-galanya di atas kepentingan pribadi, bukankah selayaknya kita membantu saudara-saudara kita yang tidak mampu. Sebagai bangsa timur yang bangga akan kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, moral dan rasa kebersamaan yang tinggi dalam asas gotong-royong dan rasa sosial yang tinggi untuk membantu sesama saudara kita yang berada dalam garis kemiskinan. Tidak selayaknya kita iri dengan saudara-saudara kita yang ada di bawah garis kemiskinan yang merupakan orang yang benar-benar layak mendapatkan subsidi, tapi selayaknya kita bangga dapat membantu mereka melalui pengalihan subsidi BBM yang tidak layak kita nikmati karena masih banyak orang-orang yang benar-benar membutuhkan dana tersebut untuk menyambung hidup mereka.

Dengan menggunakan BBM bukan subsidi, kita dapat membantu pemerintah mengurangi beban defisit APBN tiap tahunnya. Tentu saja selain itu, kita dapat membantu saudara-saudara kita yang tidak mampu agar mendapatkan manfaat dari pengalihan subsidi BBM pada sektor tepat guna. Tidak perlu bertempur atau ikut berperang dan gugur di medan laga untuk menjadi pahlawan di negara ini tapi dengan menggunakan BBM bukan subsidi, kita juga dapat menjadi pahlawan bagi saudara-saudara kita yang tidak mampu dan berada di bawah garis kemiskinan.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...