Moscow, (IMP) -- Rusia mempertahankan keputusannya untuk menjual sistem pertahanan udara ke Pemerintah Suriah. Namun belum jelas, apakah Negeri Beruang Merah itu akan menjual misil S-300 yang ditakuti oleh Israel.
Terkait penjualan S-300, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov sama sekali tidak berkomentar. Banyak pihak yang cukup yakin bahwa penjualan S-300 berada di luar kontrak perdagangan senjata Rusia dan Suriah. Demikian seperti diberitakan Associated Press, Sabtu (11/5/2013).
"Rusia sudah menjual persenjataan itu dalam waktu yang cukup lama, kami juga sudah menandatangi kontrak dan menyelesaikan proses pengiriman sistem pertahanan misil itu," ujar Lavrov.
Israel sebelumnya sudah membujuk Rusia agar membatalkan penjualan misil S-300 ke Suriah karena senjata tersebut dinilai bisa mendestabilisasikan keamanan Negeri Yahudi. Amerika Serikat (AS) pun khawatir zona larangan terbang di Suriah akan semakin sulit diberlakukan bila Suriah memiliki senjata tersebut.
Seperti diketahui, AS dan Rusia mulai berbincang pada pekan ini untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi baru untuk Suriah. Langkah itu cukup disambut oleh Pemerintah Suriah, maupun fraksi oposisi.
Salah satu masalah yang akan dibahas dalam dialog itu, antara lain, mencari cara dalam membangun pemerintahan transisi di Suriah. Namun mereka belum menentukan, kapan pemerintahan itu dibentuk.
Sejauh ini, fraksi oposisi memberi prasyarat untuk digelarnya dialog dengan Pemerintah Suriah. Mereka hanya sepakat berbincang bila Presiden Bashar al-Assad dan kroninya turun dari jabatan.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan mengunjungi Presiden Rusia Vladimir Putin pekan depan. Kunjungan bilateral tersebut terkait kekhawatiran Tel Aviv bahwa Moskow kemungkinan akan mengirimkan persenjataan canggih ke Suriah.
Juru bicara Putin, Dmitry Peskov membenarkan rencana kunjungan Netanyahu itu. Namun dirinya enggan memberikan keterangan rinci.
"Netanyahu dan Putin akan membahas masalah perdagangan persenjataan ke Suriah, terutama sistem peluru kendali anti-serangan udara S-300 yang canggih," kata sumber di pemerintahan Israel kepada wartawan, Minggu (12/5)/
Israel pada pekan lalu melancarkan serangan udara sebanyak dua kali di dekat Damaskus. Seorang sumber di pihak Israel mengatakan bahwa serangan-serangan itu ditujukan untuk mencegah pemindahan senjata-senjata canggih kepada Hisbullah, kelompok Syiah Lebanon yang kuat dan memiliki keterikatan dengan Suriah.
Sebelum menemui Putin, Netanyahu juga telah mengabarkan tentang pembelian persenjataan peluru kendali S-300 buatan Rusia yang dilakukan Suriah. S-300 disebut senjata dari darat-ke-udara yang bisa menghalau pesawat atau peluru kendali.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Menlu AS) John Kerry berharap, distribusi sistem pertahanan misil canggih milik Rusia ke Suriah akan dibatalkan. Kerry menilai, distribusi senjata itu akan mendestabilisasikan keamanan Israel.
"Kami sudah mengatakan sebelumnya bahwa misil itu akan berpotensi merusak keamanan Negara Israel. Kami sudah menjelaskan, kami lebih senang jika Rusia tidak memasok senjata itu," ujar Kerry, seperti ketika berkunjung ke Italia, seperti dikutip Associated Press, Jumat (10/5/2013).
Gedung Putih turut menghimbau Negeri Beruang Merah agar memutuskan pasokan senjata, termasuk di antaranya adalah sistem pertahanan misil ke Suriah. Menurutnya, senjata tambahan itu tidak akan mempercepat munculnya solusi politik.
Israel sebelumnya sudah meminta Rusia agar menunda penjualan itu. Selain bisa mengancam Israel, eksistensi perisai misil Rusia yang canggih itu juga bisa mempersulit AS menerapkan zona larangan terbang di Suriah.
Sampai saat ini, Rusia pun jarang berkomentar mengenai transfer senjata untuk Suriah. Ketika Kerry berkunjung ke Moskow, Kerry tampaknya tidak membahas hal itu bersama Presiden Vladimir Putin.
Senjata yang akan dijual ke Suriah adalah sistem pertahanan misil S-300. Sebelum krisis Suriah berlangsung, Negeri Yahudi memang sudah mewanti-wanti pengiriman senjata tersebut.
Pada dasarnya, akuisisi S-300 hanya ditujukan untuk memperbaharui senjata pertahanan misil Suriah yang sudah usang. Namun proses transaksi itu semakin dikecam, terutama setelah jumlah korban yang tewas dalam perang saudara Suriah semakin meningkat.
Suratkabar Wall Street Journal melaporkan, kontrak penjualan itu mencapai ratusan juta dolar AS. Suriah akan mendapatkan enam buah peluncur dan 144 misil yang siap dioperasikan. Persenjataan itu akan sampai ke Suriah dalam tiga bulan ke depan.
(Okezone)
No comments:
Post a Comment