Masa Depan INDUSTRI PERTAHANAN DALAM NEGERI
CN 235 PT. DI
JAKARTA, (IMP) -- Debu yang menempel dibadan pesawat N-250 buatan Baharudin Jusuf Habibie mungkin sedikit-sedikit terhapus seiring menggeliatnya kembali industri kedirgantaraan dalam negeri. Pada 2012 ini, titik tolak menuju kemandirian
industri strategis pertahanan dalam negeri, sudah dipancangkan pada 5 Oktober lalu. UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan ditandatangani
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertepatan dengan hari ulang tahun
ke-67 TNI itu.
Presiden Yudhoyono menyatakan bahwa regulasi itu merupakan oli untuk bisa licin meluncurkan
berbagai produk alat utama sistem senjata (alutsista) dalam negeri. Lahirnya UU
ini dipercaya bakal mempercepat perkembangan industri pertahanan dalam negeri.
Maklum, dengan keberadaan regulasi ini, persoalan laten mengenai kesulitan
sinergi antar industri pertahanan, bisa terselesaikan. Apalagi, UU ini mengatur
sinergi antar industri strategis maupun industri pertahanan dalam memproduksi
alustsista.
Kelahiran UU Industri Pertahanan tak bisa dilepaskan dari pembentukan Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) pada 2010
yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010. Keberadaan KKIP amat
menguntungkan PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, maupun PT PAL, sebagai
tiga industri pertahanan terbesar milik negara. KKIP-lah yang
berkontribusi membentuk masterplan revitalisasi industri pertahanan, kriteria
industri pertahanan, kebijakan dasar pengadaan alutsista TNI dan Polri, serta
verifikasi kemampuan industri pertahanan dan revitalisasi manajemen BUMN Industri Pertahanan.
KKIP dibentuk untuk mengawal pembangunan alutsista dalam negeri hingga 2029 yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, 2010 hingga 2014, KKIP mencanangkan empat program strategis, meliputi penetapan program revitalisasi industri pertahanan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan dan penyiapan produk masa depan.
KKIP dibentuk untuk mengawal pembangunan alutsista dalam negeri hingga 2029 yang dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama, 2010 hingga 2014, KKIP mencanangkan empat program strategis, meliputi penetapan program revitalisasi industri pertahanan, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan dan penyiapan produk masa depan.
Pada 2012 ini, hampir semua program sudah terealisasi. Bahkan, PT DI sudah
merasakan manfaatnya. "Sebelum ada KKIP, untuk pemesanan
alutsista TNI harus melalui proses tender. Kalau saat ini, pengguna (TNI) bisa menunjuk secara langsung industri yang
diinginkan. Yang terpenting, kesanggupan dari PT DI untuk menerima pesanan dari
TNI dan Polri," kata dia. Sebagai bukti, pada 2011, PT DI sudah menerima pesanan tujuh
unit helikopter Bell 412 EP dan sejumlah alutsista lainnya dari TNI. Bahkan,
pada 2012 ini PT DI menerima pesanan pembuatan 9 unit pesawat angkut CN-295, 2
unit pesawat helikopter super puma untuk TNI AU, bahkan PT DI telah mengekspor
pesawat CN-235 Maritime Patrol Aircraft (MPA).
Kemitraan Strategis PT DI juga melakukan kemitraan
strategis dengan produsen pesawat dari luar negeri, seperti Airbus Military dan
Eurocopter European Aeronautic Defense Space Company (EADS). Kemitraan dengan
Airbus Military akan semakin erat setelah kesepakatan produksi bersama pesawat
C 212-400 versi upgrade dan C295. Pesawat yang akan dinamai NC 212 itu
ditawarkan kepada pelanggan sipil serta militer, dilengkapi dengan avionik
digital dan sistem autopilot terkini.
PT Pindad juga
menerima banyak pesanan alutsista. Salah satu produk yang diminati adalahpanser anoa 6x6 yang telah melanglang buana dan menjadi
kendaraan taktis dalam misi perdamaian PBB, sedangkan PT PAL dipercaya
menggarap kerja sama pembuatan tiga unit kapal selam dengan Korea Selatan.
Ada pula pembuatan kapal trimaran, yaitu kapal antiradar dengan tiga lambung asal Swedia yang dibuat perusahaan swasta di Banyuwangi. Kapal yang memiliki kemampuan minim terdeteksi radar dengan kecepatan 48 knots dan dilengkapi pelontar roket ini akan digunakan TNI AL untuk operasi khusus. Walaupun pada percobaan pertamanya, kapal ini gagal dan harus terbakar habis.
Ada pula pembuatan kapal trimaran, yaitu kapal antiradar dengan tiga lambung asal Swedia yang dibuat perusahaan swasta di Banyuwangi. Kapal yang memiliki kemampuan minim terdeteksi radar dengan kecepatan 48 knots dan dilengkapi pelontar roket ini akan digunakan TNI AL untuk operasi khusus. Walaupun pada percobaan pertamanya, kapal ini gagal dan harus terbakar habis.
Di sektor swasta,
industri pertahanan juga menggeliat, seperti pembuatan Kapal Cepat Rudal (KCR)
C705 produksi PT Palindo Marine seharga 73 miliar rupiah yang memiliki
kecepatan 30 knots. Jarak tembak sasaran rudal C705 mencapai 70 kilometer. Saat
ini, satu KCR yang diberi nama KRI Clurit telah beroperasi di bawah Komando
Armada RI Kawasan Barat. Namun, keberhasilan
sejumlah industri pertahanan itu masih sangat kecil dibandingkan dengan impor
alutsista yang dilakukan tiga matra TNI.
Saat ini sebagian besar alutsista milik TNI masih didominasi produk luar. Pesawat tempur masih didominasi nama, seperti F-16, sukhoi, dan hawk. Tank-tank pun masih didominasi produk asing. Tak terkecuali dengan kapal-kapal tempur. Tak heran, jika Wakil Presiden Boediono pada pembukaan Indo Defence 2012 Expo dan Forum di Jakarta, Rabu (7/11), mengatakan Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses mengembangkan industri pertahanan.
Di banyak negara yang sudah sukses mengembangkan industri pertahanan, mereka tidak melepaskan industri itu tumbuh sendiri. Dia menyatakan industri pertahanan adalah salah satu dari industri berteknologi tinggi. Setiap pembuatan perencanaan dan rancangan harus diintegrasikan dengan kemampuan secara luas, termasuk perguruan tinggi. Jika tidak, industri pertahanan akan mandek. Lahirnya UU Industri Pertahanan merupakan perkembangan baik karena akan memberikan guideline yang bisa dipegang semua pelaku.
Masalahnya sekarang, bagaimana ini diterjemahkan dan direalisasikan dalam program yang lebih operasional dan konkret, selain tentunya menyangkut biaya dan kualitas produknya. Oleh karena itu, Wapres mendorong agar kerja sama dengan industri pertahanan di luar negeri bisa dilaksanakan dengan baik. Kerja sama itu bisa memberikan keuntungan bagi kemajuan kedua industri pertahanan yang bekerja sama.
Saat ini sebagian besar alutsista milik TNI masih didominasi produk luar. Pesawat tempur masih didominasi nama, seperti F-16, sukhoi, dan hawk. Tank-tank pun masih didominasi produk asing. Tak terkecuali dengan kapal-kapal tempur. Tak heran, jika Wakil Presiden Boediono pada pembukaan Indo Defence 2012 Expo dan Forum di Jakarta, Rabu (7/11), mengatakan Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang sukses mengembangkan industri pertahanan.
Di banyak negara yang sudah sukses mengembangkan industri pertahanan, mereka tidak melepaskan industri itu tumbuh sendiri. Dia menyatakan industri pertahanan adalah salah satu dari industri berteknologi tinggi. Setiap pembuatan perencanaan dan rancangan harus diintegrasikan dengan kemampuan secara luas, termasuk perguruan tinggi. Jika tidak, industri pertahanan akan mandek. Lahirnya UU Industri Pertahanan merupakan perkembangan baik karena akan memberikan guideline yang bisa dipegang semua pelaku.
Masalahnya sekarang, bagaimana ini diterjemahkan dan direalisasikan dalam program yang lebih operasional dan konkret, selain tentunya menyangkut biaya dan kualitas produknya. Oleh karena itu, Wapres mendorong agar kerja sama dengan industri pertahanan di luar negeri bisa dilaksanakan dengan baik. Kerja sama itu bisa memberikan keuntungan bagi kemajuan kedua industri pertahanan yang bekerja sama.
Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, menuturkan lahirnya UU Industri Pertahanan sangat
strategis dan fundamental untuk membangkitkan kembali industri pertahanan.
Adanya UU ini diyakini akan mendorong kemampuan memproduksi dan pengembangan
jasa pemeliharaan dari industri pertahanan semakin berkembang. "Ini akan memberikan dampak, di antaranya kekuatan pertahanan dan keamanan
Indonesia menjadi andal. UU ini juga akan menguatkan industri pertahanan itu
sendiri untuk mandiri dan memproduksi produk alutsista secara
berkesinambungan," ujar dia. Pada 2029 diharapkan industri pertahanan Indonesia sudah bisa disejajarkan
dengan industri pertahanan dunia. Capaian itu mungkin akan membuat Habibie terharu.
(Perkembangan Militer)
No comments:
Post a Comment